Minggu, 12 Juli 2020

Prinsip Pembakaran Hydrocarbon untuk Mencapai Efisiensi Tinggi di PLTU

Pembakaran di furnace boiler PLTU (combustion) menggunakan bahan bakar berbagai macam dan Indonesia sudah mulai pengurangan penggunaan hasil olahan minyak bumi untuk pembakaran. Pemerintah menghimbau untuk penggunaan batubara, geothermal, solar cell, tenaga angin, mikro-hidro dan lain-lain yang ramah lingkungan dengan istilah "energi baru-terbarukan". Penggunaan batubara (coal) yang notabene termasuk dalam energi yang tidak dapat diperbaharui masih belum bisa ditinggalkan karena beberapa alasan seperti: melimpahnya SDA ini di Indonesia, kemampuan dalam membangkitkan daya listrik yang besar, dan kemampuan fleksibilitasnya dalam digunakan untuk PLTU batubara dengan kualitas paling jelek sekalipun.
Berdasarkan "Handbook Steam Plant Operation (Woodruff et al, 2000)" berikut beberapa informasi yang didapatkan:
Gambar 1. Data %Excess Air untuk Berbagai Bahan Bakar
Gambar 2. Data Properties Unsur yang Terlibat dalam Pembakaran
Data excess air untuk setiap bahan bakar berbeda-beda dan hasil diatas berdasarkan best-practice experienced para engineer dengan trial-error system. Terdapat rumus yang bisa digunakan untuk menghitung %excess air seperti diatas yang didapatkan dari reaksi stoikiometri standar. Mengapa didalam pembakaran membutuhkan excess air?? karena proses pembakaran hydrocarbon(CxHy) pasti membutuhkan oksigen (O2) sedangkan produk samping hasil pembakaran ada 2 yaitu carbon dioksida (CO2) dan carbon monoksida (CO)

C + O2 ---> CO2

C + ½ O2 ---> CO

Carbon dioksida inilah yang diinginkan karena menghasilkan energy (heat) yang besar dibandingkan jika menghasilkan CO (pembakaran tidak sempurna dan ada hydrocarbon tidak habis terbakar). Berdasarkan reaksi stoikiometri diatas diketahui bahwa untuk membakar 1 mol C maka kebutuhan udara untuk menghasilkan CO2 adalah 1 mol sedangkan CO adalah 1/2 mol. Alasan itulah yang dipakai mengapa harus ada excess air pada setiap pembakaran. Apakah tidak ada pengendali %excess air ?? mutlak ada, karena ketika udara terlalu excess maka akan terdapat dry flue gas dengan indikasi over oksigen pada gas buang (flue gas) padahal gas tersebut mengandung heat energy sehingga menyebabkan efisiensi turun.
Heating value diperlukan untuk mengukur energi yang bisa dihasilkan dari suatu bahan bakar. Dalam Certificate of Analysis (CoA) pengujian batubara terdapat 2 istilah yang dipakai yaitu: (i) proximate analysis untuk uji moisture content, fixed carbon, volatile matter dan ash content; (ii) ultimate analysis untuk uji C, H, O, N, S. Pengujian heating value bisa didapatkan dari pengujian menggunakan bomb calorimeter atau dengan pendekatan "Dulong Formula" seperti rumus diatas.

Terdapat permasalahan pada pembakaran batubara yang menurunkan efisiensi yaitu adanya "Unburned Carbon" dan kehilangan energi karena carbon tidak terbakar dikenal dengan istilah "Unburned Carbol Loss", ini disebabkan karena beberapa hal seperti:
  • Unburned carbon loss terkumpul di bottom ash dan fly ash) karena tidak terbakar, bisa disebabkan karena udara pembakaran yang kurang, sistem sirkulasi pembakaran tidak merata atau mengandung moisture yang besar sehingga tidak tertembus panas dan lain-lain.
  • Kehadiran CO pada flue gas, ini mengindikasikan kurangnya udara pembakaran sehingga carbon tidak habis terbakar
Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Prinsip Pembakaran Hydrocarbon untuk Mencapai Efisiensi Tinggi di PLTU), Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Woodruff, E.,Lammers, H., dan Lammers, T. (2000). Steam Plant Operation. Eighth Edition Handbook

Artikel Terkait

Prinsip Pembakaran Hydrocarbon untuk Mencapai Efisiensi Tinggi di PLTU
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email